Minggu, 22 November 2009

Menggali Ketradisionalan Layang-layang Hias


//Teks: Kepala Disbudpar Kalbar saat membuka festival layang-layang hias dalam rangka FBBK IX 2009. Foto: ROBBY//

Pontianak, BERKAT.
Sekitar 69 layang-layang dari 10 kabupaten/ kota ikut ambil bagian dalam ajang Festival Layang-layang Hias yang digelar di lapangan debu Pontianak Utara dalam rangka memeriahkan Festival Budaya Bumi Khatulistiwa (FBBK) IX 2009.
Koordinator Festival Layang-layang Hias, Maman BS menyebutkan ada tiga kriteria yang dilombakan, yakni layang-layang tradisional, tiga dimensi dan dua dimensi. Masing-masing peserta mengirimkan tiga buah layang-layang untuk setiap kriteria tersebut.
"Jadi setiap kabupaten/ kota menampilkan sembilan layang-layang," ujarnya.
Berbagai bentuk kreatifitas layang hias yang ditampilkan itu antara lain bentuk kapal, rumah, bunga atau daun, benda angkasa seperti bulan, manusia serta binatang. Panitia telah menetapkan tiga kategori penilaian antara lain ide kreatifitas, konstruksi dan kerapian serta kestabilan saat berada di atas.
Namun, Maman menyayangkan empat kabupaten yang tidak bisa ikut ambil bagian dalam perlombaan yaitu Kabupaten Sekadau, Landak, Sanggau dan Kayong Utara. "Alasan mereka karena belum mengetahui lebih jelas bentuk-bentuk dari layang tradisional, tiga dimensi dan dua dimensi. Sehingga empat kabupaten itu tidak mengirimkan peserta," tuturnya.
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.
Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan.
Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa. Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.
Seiring perkembangan zaman, layang-layang pun dimainkan oleh setiap daerah di nusantara yang kemudian dikreasikan dalam berbagai bentuk hiasan, tak terkecuali di Kalbar. Sehingga permainan ini lambat laun telah menjadi permainan tradisional masyarakat. Bahkan di tingkat dunia.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalbar, Drs. Kamaruzzaman, MM mengatakan perlombaan ini tidak semata untuk menghibur melainkan juga menggali nilai-nilai tradisional rakyat yang telah ada sejak zaman nenek moyang.
"Karena itu pemenangnya nanti akan diikut sertakan pada lomba layang-layang hias tingkat nasional mewakili Kalbar, sebagai bentuk penghargaan pemerintah terhadap masyarakat yang masih tetap peduli dengan budaya daerah," ujarnya.
Kedepannya mantan Pj Bupati KKR ini memastikan, pihaknya akan melakukan pembinaan melalui Asosiasi Layang Kalimantan (Borneo Kite)dan terus menggelar kegiatan perlombaan. "Kita akan upayakan anggarannya masuk dalam APBD 2010 untuk pembinaan. Karena layang-layang juga merupakan bagian dari budaya daerah kita," tuturnya. (rob)