Jumat, 02 Mei 2008

Maestro Dekorasi yang Populerkan Saprahan







Pontianak, BERKAT.
Kendati Yang Maha Kuasa telah memanggilnya, namun berbagai hasil karya seorang Fartemi Zain tak akan pernah hilang bak ditelan bumi hingga akhir hayat. Karya seni yang bernafaskan pelestarian budaya Melayu telah banyak dihasilkan dari pemikirannya sejak tahun 1989.Dibawah bendera CV Kenanga Citra Mandiri, dia berhasil menciptakan satu hasil karya seni tinggi yang inovatif dan kreatif sehingga menjadi daya tarik bagi setiap pasang mata yang menyaksikan dekorasinya. Tak kenal lelah dan pantang putus asa adalah motto yang dipakainya untuk membuat sebuah ruangan menjadi megah bak istana raja."Sebab kalau kita hobbi dengan satu pekerjaan maka pekerjaan itu pasti akan kita jiwai juga. Jadi jangan jadikan pekerjaan itu satu beban tapi jadikanlah hobbi, Insya Allah kamu akan dapat hasil yang memuaskan dari pekerjaanmu," kata Fartemi kepada BERKAT suatu ketika di kediamannya.Satu kata yang mengandung makna cukup berarti bagi siapa saja yang benar-benar menjalankannya dimanapun dia berada, sehingga apa yang dikerjakannya akan menghasilkan kepuasan baik batin maupun moril tanpa harus dengan berbagai keluhan.Saprahan salah satu tradisi budaya makan ala Melayu yang sebelumnya sempat hilang lantaran tidak populer di kalangan masyarakat Melayu Kalbar, namun ditangan Fartemi lah tradisi ini mulai dihidupkan kembali. Padahal zaman dahulu kala saprahan ini merupakan tradisi makan yang paling banyak digunakan para raja yang ada di Kalbar untuk berbagai kegiatan di istana. Sebab makna yang terkandung di saprahan ini membuat orang sangat tertarik yakni duduk sama rendah berdiri sama tinggi artinya siapapun yang datang pada acara tersebut tidak melihat darimana maupun latar belakang orang tersebut, namun tetap sama sebagai umat manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Ribuan peralatan pun diturunkan untuk sekali acara saprahan di antaranya mangkok basi yang konon dipercaya makanan tersebut tidak akan basi hingga beberapa lama disimpan, gelas labu untuk air putih, pahar tembaga untuk meletakan kue-kue, piring kaca untuk buah, mangkok kobokan. Dan untuk menambah daya tarik digunakanlah napkin atau sapu tangan yang dibuat dengan berbagai bentuk. Sejumlah pelayan pun dikerahkan untuk melayani para tetamu yang akan menikmati makanan khas Melayu seperti nasi kebuli, masak ayam putih, dalca, pacri nenas, daging semur, sambal terasi, dan air minum serbat yang berwarna merah. Sehingga tak heran, kalau setiap berbagai acara seperti pernikahan masyarakat tertarik untuk menggelar saprahan ini. Aspar Aswin dan Usman Djafar adalah dua mantan gubernur Kalbar yang pernah ditangani Fartemi untuk kegiatannya dengan menggunakan tradisi saprahan ini. Tak hanya itu saja, sejumlah anggota MPR/ DPR/ DPD RI pun pernah merasakan hasil karya Fartemi didalam penataan dekorasi ruangan untuk pernikahan putra/putri mereka, sebut saja Oesman Sapta, Ikot Rinding, Asial Salekan, Ir. Zulfadhli, Gusti Hersan Aslirosa, Buchary A Rachman, Sutardmiji, Sabhan A Rasyid, Henri Usman, Bupati Bengkayang, Bupati Kabupaten Pontianak, pejabat provinsi, pejabat kota, tokoh masyarakat/ agama/ adat serta masyarakat umum lainnya. Dan yang terakhir kali, dia diminta untuk menata peralatan makan pada pesta pernikahan Gubernur Cornelis belum lama ini.Selain itu, cucu dari H. Busri (Pendiri pabrik karet pertama di Kalbar yakni Busri Rubber Sheet) ini sering diminta menjadi dewan juri antara lain pada festival bujang dan dare, serta salah satu penggagas festival meriam karbit yang sering digelar di tepian Sungai Kapuas setiap tahunnya. Komitmen dan perjuangannya untuk melestarikan budaya ini berimbas positif terhadap tenaga kerja yang dibutuhkannya. Sejak awal dibukanya tak terhitung berapa banyak tenaga kerja yang direkrutnya untuk bersama-sama mengembangkan dan mempertahankan adat istiadat budaya daerah ini. Sekaligus mendidik mereka untuk mengenal lebih dekat akan kekayaan budaya daerahnya.Tak hanya di dunia seni budaya, dosen FKIP Untan ini pun aktif di dunia pendidikan dan kampus serta organisasi sosial lainnya, seperti di PII (Pelajar Islam Indonesia), AMPI, KNPI, Golkar, Yayasan Supersemar, pendiri Yayasan Bina 45 dan sebagainya. Sehingga tak heran kalau alumni IKIP Bandung ini pun dekat mahasiswanya ketika menjadi dosen.Semoga kecintaan dan kepeduliannya terhadap tradisi budaya daerah dapat diteruskan semua pihak khususnya generasi muda sehingga apa yang dicita-citakan almarhum untuk mengangkat nama daerah di dunia seni budaya tidak sia-sia. "Selamat jalan wahai saudaraku, sahabatku, ayahndaku, semoga engkau tenang di sisiNya. Dan mendapat ridho dari Allah SWT," kata Haitami Salim, Ketua STAIN Pontianak yang juga merupakan teman dekat saat menghadiri penguburan almarhum. (rob)