Rabu, 03 September 2008

12 Surat Memuluskan Pembabatan Hutan Lindung

Pontianak, BERKAT.
Birokrasi yang tidaklah sulit untuk memuluskan pembabatan hutan lindung di lahan konservasi mangrove Desa Dabung Kecamatan Kubu yang telah menjadi tambak ikan tidak kurang dari 375 ha pada tahun 1998 lalu.
Kepala Dispenda Kalbar, Drs. H. M. Darwin mengungkapkan surat-surat inilah yang menjadi dasar dirinya untuk membuka lahan tambak di Sungai Meriam Desa Dabung pada 10 tahun yang lalu. Ia mengaku awalnya tidak tahu menahu kalau lahan tambak miliknya yang berjumlah 30 ha itu berada di kawasan hutan lindung yang statusnya belum dialih fungsikan.
"Juga waktu itu ada program tambak rakyat (proteka). Kemudian dari Dinas Perikanan pun dilanjutkan. Apalagi saya ditawarkan," kata Darwin ketika ditemui BERKAT di ruang kerjanya.
Pada saat itu menurutnya dibukanya lahan tambak lantaran banyaknya trowl yang tidak mengasilkan yang maksimal. Kelompok nelayan pun dibentuk dengan maksud untuk menambah pengasilan dengan cara membuka tambak.
"Dinas Perikanan Provinsi waktu itu masih Pak Iswahyudi memberikan bimbingan. Jadi, ini program pemerintah. Apalagi sudah didukung oleh pemerintah hingga dari pusat. Dirjen Pengairan Departemen PU waktu itu pun juga akan buka pengairan," ungkapnya.
Ia katakan kalau memang lahan ini termasuk hutan lindung kenapa didukung dengan dikeluarkanya surat-surat ini. Hanya ia mengaku dirinya tahu adanya peraturan yang menyebutkan pembukaan lahan sepanjang 200 meter. "Tapi tak ada pelarangan. Dan yang saya punya saat itu betul-betul menjadi contoh," tuturnya.
Penghasilan yang diperoleh pun lumayan besar. Sekali panen tidak kurang dari 500 kg yang dipanen dengan pendapatan lebih kurang Rp50 juta.
Lalu bagaimana dengan tahun 2006 dimana tim gabungan antara Polda, Dishut dan SPORC yang menyatakan tambak ini jelas-jelas melanggar hutan lindung. "Seyogyanya dari awal kami diberitahukan. Dinas Perikanan harus bicarakan. Jadi langkah apa yang harus kami ambilkan kalau sudah ada pemberitahuan. Selama ini belum pernah ada satu sosialisasi pun pelarangan itu," tukasnya.
Meskipun ia tak khawatir kalau lahan tambaknya di tutup. Akan tetapi ia menyayangkan kalau itu terjadi. Sebab akan banyak invetasi yang hilang untuk menghidupkan roda perekonomian daerah. Terlebih lagi telah memberikan kontribusi bagi masyarakat setempat.(rob)

KPK dan Polisi Diminta

Tangkap Perambah Hutan Mangrove
Kubu Raya, BERKAT.
Berbagai elemen di masyarakat meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan polisi harus segera melakukan pengusutan dan penangkapan terhadap para oknum pejabat yang telah melakukan perambahan hutan lindung di atas lahan konservasi mangrove Desa Dabung Kecamatan Kubu.
"Kapolda harus berani dan tegas untuk menangkap para oknum pejabat yang terlibat. Inikan sudah jelas. Tim terpadu Kubu Raya ketika turun menemukan berbagai pelanggaran. Kenapa harus didiamkan," kata Ketua Umum Forum Ekonomi Kelautan Indonesia (Forek), Joni Isnaini, SH kepada BERKAT.
Nada yang sama pun dikatakan Koordinator LSM Cinta Bahari Kubu Raya, Nasrun AR yang menegaskan pihak aparat jangan sampai terlambat bertindak. "Ini namanya konspirasi berjamaah untuk mencari untung pribadi. Kan sama saja korupsi," tuturnya.
Keduanya melihat kasus perambahan hutan lindung ini sudah sama dengan kasus "Bintan kedua" di Kalbar yang melibatkan sejumlah oknum anggota DPR RI. Kasus Dabung ini pun juga sama, selain melibatkan oknum pejabat daerah juga anggota DPR RI yang disinyalir berasal dari anggota Komisi IV.
Terdapat sejumlah nama yang disinyalir terlibat baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, antara lain mantan gubernur Kalbar, Kepala Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, bupati dan mantan bupati Pontianak, Wakil Bupati Kayong Utara, Kepala Dispenda, seorang dokter bedah RSUD, anggota DPR RI, Dirjen PU, dan Dirjen Perikanan.
"Aparat jangan pandang bulu. Siapa pun mereka yang melakukan pelanggaran harus dihukum. Apalagi
ini kan sudah jelas melanggar UU Kehutanan Nomor 41/1999. Barang bukti dan pelaku sudah jelas. Jangan dipeti-eskan kasus ini," tambah Joni.
Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Suhadi, SW, M,Si menampik kalau kasus ini didiamkan. Ia mengaku baru tahu dari sejumlah media massa. Namun ia berjanji akan mengusut tuntas kasus ini dengan menurunkan tim gabungan dari tingkat provinsi.
"Karena kasus ini masuk dalam dua wilayah hukum dari Polres Pontianak dan Poltabes Pontianak. Kami dari Polda akan bentuk tim gabungan yang akan dibantu dari Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, serta Bapedalda," kata Suhadi ketika dikonfirmasi BERKAT di ruang kerjanya kemarin.
Ia mengharapkan masyarakat pun tidak ragu untuk memberikan informasi mengenai kasus ini. Pihaknya akan menelusuri dan mencari siapa sebenarnya pemberi ijin. Padahal untuk hutan lindung harus ada ijin dari Menteri Kehutanan untuk mengubah alih status fungsinya.
"Jadi kita akan cek lagi. Polisi akan bertindak kalau ada laporan. Laporkan ke Polda kami akan tangani kasus ini secepatnya. Karena saksinya berasal dari orang provinsi," tegasnya.
Ketika ditanya tentang hasil tim gabungan tahun 2006, Suhadi mengaku tidak tahu. Namun ia menyebutkan akan mengecek kembali hasil tim gabungan Polda, Dishut, dan SPORC yang menyatakan telah terjadinya pelanggaran tindak pidana perambahan hutan lindung.
Kepala Dispenda Kalbar, Drs. M. Darwin membantah keras kalau dirinya disebut melanggar hukum dengan melakukan perambahan hutan lindung. Sebab ia memiliki dasar untuk membuka tambak ikan tersebut.
Selain ia mengaku tanah seluas 30 ha itu sudah atas nama miliknya, sejumlah surat rujukan dari berbagai Dirjen adalah modalnya untuk merambah hutan lindung tersebut.
"Saya dulu ditawarkan oleh Dinas Perikanan. Apalagi tahun 1998/1999 ada yang namanya program tambak rakyat (proteka). Jadi apa yang saya lakukan punya dasar," tegasnya.
Ia pun menegaskan kalau memang ada yang dilaporkan, bukanlah dirinya akan tetapi siapa yang memberikan ijin. Ia tegakan kalau dirinya hanyalah mengikuti aturan yang sudah berjalan dan ditunjukan ketika awal mau membuka. (rob)

Perda I KKR, Lambang Daerah Disahkan

Kubu Raya, BERKAT.
Setelah melalui proses pembahasan selama sebulan, akhirnya hari ini Selasa (2/9) lembaga legislatif akan mensahkan Perda pertama Kubu Raya tentang Lambang Daerah yang merupakan produk prioritas baik bagi eksekutif maupun legislatif di kabupaten termuda itu dalam agenda pendapat akhir.
"Jadi, nantinya pihak eksekutif sudah bisa menggunakannya untuk pelayanan ke masyarakat. Seperti penggunaan KTP, administrasi lainnya yang sering digunakan hingga ke tingkat paling bawah," kata Komisi A. Masri Usman Nafiz ketika ditemui BERKAT di ruang kerjanya, kemarin.
Dalam pembahasan waktu lalu, ia menyebutkan pihaknya telah melakukan revisi atau perubahan di sebagian lambang tersebut. Misalnya dari warna bodi perahu yang tadinya berwarna kuning dirubah menjadi putih sebagai lambang keserasian. Begitu pula dengan tiang layar yang berujungkan mata tombak dihilangkan lantaran indentik dengan simbol kekerasan.
"Sebelumnya kami sudah tanyakan ke pembuatnya apakah ada arti dari kedua bagianyang diubah itu. Ternyata yang bersangkutan bilang tidak ada. Apalagi untuk warna kuning sudah ada dibagian lainnya," tuturnya.
Ia katakan setelah ini, kemungkinan besar satu lagi Perda tentang Kewenangan akan menyusul untuk disahkan. Waktunya diperkirakan pada tanggal 9/9 mendatang. "Secara bertahap kami akan mensahkan setiap perda. Tentunya dengan mekanisme dan aturan yang berlaku dan jelas," imbuh legislator Partai Demokrat ini. (rob)