Minggu, 22 November 2009

Generasi Muda Pertahankan Tanjidor

//Teks: Alat musik tanjidor meskipun asalnya dari Betawi namun telah menjadi alat musik tradisional Melayu Kalbar sejak zaman kerajaan tempo dulu yang hingga kini dilestarikan. Foto: ROBBY//

Pontianak, BERKAT.
Tret.. tetet dung tretetet dung…… tret...dung...tretdung……dung……dung………dung. Sejumlah penonton yang datang ke Museum Kalbar pun langsung berkumpul mendekat. Mereka yang mayoritas para pelajar itu terpana dan asik mendengarkan Orkes "Aek Kapuas" sedang membawakan sebuah lagu perjuangan dengan memainkan alat musik tanjidor yang berjumlah 7 orang.
Tanjidor sering kali dimainkan oleh orang-orang tua yang berusia diatas 50 tahun. Namun, kali ini dalam Eksibisi Tanjidor untuk meriahkan Festival Budaya Bumi Khatulistiwa (FBBK) IX 2009 yang digelar di Museum Kalbar kemarin pagi, tanjidor dimainkan oleh generasi muda.
"Inilah salah satu cara kami orang tua melestarikan budaya daerah dengan mengajarkannya kepada anak-anak muda. Supaya tanjidor masih tetap dilestarikan dan dipertahankan oleh penerus kami para generasi muda," kata Muhammad Nur (61) pemilik Orkes "Aek Kapuas."
Sementara untuk pemain yang mayoritas orang tua, kelompok tanjidornya bernama Orkes Alun Kapuas, salah satu orkes tanjidor tertua di Kalbar selain Tanjung Besiku, Kenari, Setia Kawan dan Lancang Kuning.
Tanjidor aslinya berasal dari Betawi. Sementara di Kalbar sendiri mulai dikenalkan pada zaman Sultan Sy, Abdurrachman Alkadri Raja I Kesultanan Pontianak. Pada masa itu, tanjidor digunakan untuk berbagai event kerajaan. Kala itu, setiap kerajaan di Kalbar pun selalu menggunakan tanjidor.
Pada masa itu tanjidor dinamakan "Tanjidor Tangga Sembilan" mengambil makna dari jumlah tangga di Istana Kadariah yang berjumlah sembilan tingkat.
Seiring perkembangan zaman, alat musik ini sudah hampir punah. Tak banyak yang tertarik untuk melestarikannya. Menurut Muhammad Nur dulunya ada 10 orang yang masih eksis melestarikan tanjidor. Tapi sekarang sisa empat termasuk dirinya, sedangkan lainnya telah meninggal.
"Yang paling banyak tahu dengan tanjidor ini Pak Syarif Me di Kampung Dalam. Beliau usianya sudah lanjut," ujarnya.
Tanjidor merupakan perpaduan berbagai alat musik moderen dan tradisional seperti bas drum, senar, terompet, altosek, tenorsek, trombon, tuba dan senar drum. Idealnya satu kelompok dimainkan 12 orang. Pemainnya menggunakan pakaian telok belanga ciri khas pakaian Melayu. Di zaman sekarang, tanjidor dimainkan untuk acara pernikahan, ulang tahun, wisuda, pariwisata dan sebagainya.
Suhardi Koordinator Eksibisi Tanjidor mengatakan alat musik ini identik dengan khas etnis Melayu. Pihaknya berupaya untuk mengangkat budaya daerah dalam rangka pelestarian.
"Karena itu pemerintah kabupaten/ kota diharapkan dapat membantu mengakomodir budaya daerah melalui pembinaan kepada kelompok-kelompok tanjidor yang ada di daerahnya masing-masing," kata Suhardi yang juga Kasi Sistem Informasi dan Pengembangan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalbar.
Sementara Dedi (45) salah seorang penonton warga Pontianak memberikan apresiasi dengan adanya eksibisi tanjidor tersebut. "Budaya-budaya seperti kedepannya harus dimasukan dalam program muatan lokal (mulok) di setiap sekolah," tuturnya. (rob)