Jumat, 29 Agustus 2008

Penemu Sastra Berdesain Tengkawang Insang

Pontianak, BERKAT.
Kekayaan hayati Kalbar sebagai daerah tropis dan paru-paru dunia sudah tak diragukan lagi. Sumber daya alam yang dimilikinya menyimpan misteri yang ketika diungkap dan ditelusuri akan menjadi satu hasil karya yang bernilai jual tinggi.
Seperti yang dilakukan seorang Siti Kiswati Ngasirin. Gadis lajang kelahiran Pati Jawa Tengah, 6 Maret 1978 lalu ini berhasil menuangkan daya pikir dan imajinasinya kedalam satu karya perpaduan antara seni lukis, sastra dan desain motif sehingga tercipta satu mahakarya yang belum pernah ada di belahan dunia lainnya.
Tak heran gadis yang berprofesi sebagai bidan di Kecamatan Kubu ini disebut sebagai "Penemu Sastra Berdesain Tengkawang Insang Pertama," yang karyanya dalam bentuk syair setebal 84 halaman telah dihak patenkan oleh Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Depkum HAM pada 30 Agustus 2006 lalu berdasarkan Permen Kehakiman RI Nomor M.01-HC.01.01 Tahun 1987 yang pernah ditampilkan saat Festival Seni Budaya Melayu Kalbar ke-2 di Ngabang tahun 2004.
Terinsipirasi dari membaca buku pariwisata tentang Flora Maskot Kalbar khususnya berkaitan dengan tanaman Tengkawang Tungkul pada tahun 2002, Siti mulai mencari tahu dan menelusuri dari berbagai sumber, apa itu tanaman Tengkawang Tungkul. Berbagai perlombaan bernuansa Melayu pun diikutinya. Ketika itu timbul kontroversi di dewan juri lantaran pakaian yang digunakan adalah kain Sambas akan tetapi syairnya Melayu Pontianak bertemakan Tengkawang Tungkul.
"Tujuannya selain untuk pelestarian tanaman khas Kalbar juga sebagai bahan pengetahuan yang diharapkan akan dapat menjadi maskot Kalbar kedepannya selain burung Enggang Gading," katanya kepada BERKAT.
Dengan bimbingan dari Datuk Sy. Abdul Kadir Zein Al-Mutahar dan seorang budayawan Kalbar, Datuk Harun Das Putra, sastrawan muda ini lebih gencar lagi membuat sejumlah syair yang ingin memberi pencerdasan kepada masyarakat Kalbar tentang Tengkawang Tungkul. Kemudian syair-syair itu pun diapresiasikan ke dalam bentuk desain kain sebagai motifnya.
Tak banyak peralatan gambar yang digunakan. Selama 3 - 7 hari tangan halusnya berhasil menyelesaikan satu karya yang hanya dengan pensil berwarna dan alat gambar diatas kertas karton. Alasannya ia tidak menggunakan kanvas lantaran untuk memudahkan dalam pengerjaan dan pembingkaian.
Namun, sangat disayangkan, maha karya yang begitu besar bagi perbendaharaan kekayaan daerah ini menemui hambatan. Di antaranya modal dan manajeial. Selama ini ia berusaha mengerjakannya dengan modal dan manajemen sendiri. Terlebih lagi, Anisa Batik Jogjakarta sebuah home industri di Kota Gudeg itu tertarik akan hasil karyanya.
"Harapannya ada pihak-pihak yang membantu saya untuk mengenalkan dan mempromosikan karya saya tentang Tengkawang Tungkul. Sehingga bisa dikenal di dunia luar Kalbar hingga ke mancanegara. Supaya maskot Kalbar dihargai karena selama ini sering terlupakan," tuturnya.
Untuk memperkuatnya, ia pun mendirikan sebuah Yayasan Siti Kiswati Sastra Berdesain untuk menampung karya-karya terbaiknya. (rob)