Jumat, 29 Agustus 2008

DKP-Dishut Izinkan Babat Hutan Lindung


***Gubernur dan DPR Tahu


Kubu Raya, BERKAT.
Teka - teki siapa pemberi izin pembabatan hutan lindung di kawasan mangrove menjadi tambak ikan dan udang di Desa Dabung Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya akhirnya terjawab. Pengakuan para pemilik tambak menyebutkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) serta Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalbar maupun Kabupaten Pontianak adalah dua instansi yang memberikan izin dan bertanggung jawab atas pembabatan tersebut.
Kejadian ini dimulai sejak 11 tahun yang lalu yakni tahun 1997. Bermula dari para pendatang asal Sulawesi ingin membuka tambak. Gayung pun bersambut, pihak Pemprov Kalbar memfasilitasi keinginan itu dengan membentuk sebuah koperasi dengan nama Koperasi Rukun Mitra beranggotakan 41 orang yang bergerak dibidang pembudidayaan ikan dan udang dengan luas lahan berkisar 60 - 100 hektar berdasarkan SKT (Surat Keterangan Tanah). Namun, rekomendasi yang dikeluarkan pihak desa dan camat seluas 200 ha yang kemudian diteruskan dan disahkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pontianak dengan mengeluarkan "Surat Pembudiyaan Ikan (SBI) dan Izin Usaha Perikanan (IUP)."
Dua surat sakti inilah menjadi modal dasar bagi ke-52 pemilik tambak yang hingga kini masih beroperasi yang rata - rata satu petambak memiliki luas antara 5 - 60 hektar dengan jumlah kolam berkisar 5 - 15 kolam/ petambak berukuran 1,5 - 5 hektar/ kolam.
Bahkan dalam perjalanannya, DKP Provinsi Kalbar mendukung penuh pembabatan hutan lindung yang total luasannya diperkirakan tidak kurang dari 375 hektar ini. "Tiap tahunnya kami sering dapat bantuan bibit ikan dan udang 15 ribu ekor, pakan 50 kg dengan kapur dari Dinas Perikanan Provinsi," kata Syukur seorang petambak yang memiliki lahan seluas 30 ha.
Tak hanya itu, DKP bahkan sering berkunjung ke lokasi dengan membawa tamu pusat yang tidak lain adalah anggota DPR RI. "Mereka datang pada tahun 2006 dibawa orang perikanan. Bahkan sudah sering ada sekitar 6 - 7 kali. Merekapun tidak ada yang mengatakan ini melanggar," kata John Hard petambak lainnya.
Restu dari Pemerintah Provinsi Kalbar pun berlanjut. Di tahun yang sama, rombongan Gubernur Kalbar kala itu yang dipimpin Usman Djafar bersama sejumlah kepala dinas antara lain, Kadis DKP serta Kadis Kehutanan ikut dalam rombongan untuk melakukan panen raya.
"Pak Budi (Kadis DKP Kalbar) waktu itu bilang lahan ini akan dijadikan proyek percontohan. Pak Usman pun juga malah mendukung untuk membuka lahan seluas-luasnya untuk kesejahteraan masyarakat," tambah John yang mengaku mendapatkan bantuan pompa air 5 unit dari DKP.
Dinas Kehutanan meskipun tidak terlibat langsung dalam proses administrasi pemberian izin, namun disebut-sebut melakukan pembiaran atas terjadinya pembabatan hutan lindung ini apalgi dengan kunjungan gubernur yang diikuti kepala dinasnya. "Iyelah, kalau dilarang ngape pula waktu datang dengan pak gubenor tadak bilang ini hutan lindong. Kan same gak beri izin ke kame," tutur Syukur lagi.
Padahal, di September 2006 tim gabungan Polda, Dishut Provinsi dan SPORC telah terjun ke lokasi untuk mengindentifikasi lahan yang dibabat dengan menggunakan GPS untuk menentukan titik koordinatnya. Hasilnya, ditemukan tindak pidana pelanggaran perambahan hutan lindung berdasarkan UU Nomor 41/.... tentang kehutanan. Sebab, untuk mengubah alih status fungsi hutan terlebih dahulu harus mendapat izin dari Menteri Kehutanan. Namun, hasil temuan tim gabungan tidak pernah ditindak lanjuti oleh Dinas Kehutanan Provinsi. Sumber BERKAT menyebutkan hal itu adanya ketakutan lantaran ditengarai melibatkan sejumlah elite pejabat di Provinsi Kalbar maupun Kabupaten Pontianak yang memiliki saham di tambak yang setiap kali panen rata - rata menghasilkan laba bersih Rp40 juta/ empat bulan.
"Dinas Kehutanan pernah ada pasang patok. Pusat pun juga sama. Tak ada yang katakan ini melanggar. Hanya pesan saja hutan yang masih ada tetap dilestarikan," tutur Kades Dabung Syahrani A. Karim yang juga memiliki tambak seluas 4 ha.
Mantan Kades Dabung, Latif menyebutkan sebelumnya kawasan ini juga sudah pernah dibabat oleh PT Bakau dan juga tidak adanya sosialisasi dari instansi terkait. "Dulunya masyarakat kesulitan ekonominya. Apalagi tidak pernah adanya sosialisasi, melihat atau menegur tentang status hutan lindung jadi kami garap saja. Jadi dengan datangnya tim ini kami minta dapat dijelaskan melalui media massa jangan sampai ada kepentingan-kepentingan," katanya.
Sedangkan Rahim mengharapkan aktivitas yang sudah berjalan jangan lagi distop lantaran sudah terlanjur untuk menambah ekonomi masyarakat setempat. "Kalau ini distop kami mau makan ape," ujarnya.
"Jadi pemerintah mau pilih yang mana, hidupkan masyarakat atau hidupkan bakau. Kalau memang matikan masyarakat berarti masyarakatnya pemerintah pohon bakau," tambah Syukur.
Ungkapan kekhawatiran ini terjadi ketika dilakukan pertemuan dengan tim terpadu bentukan Pemkab Kubu Raya saat mendatangi lokasi, Rabu (27/8). Tim beranggotakan Dishutbun, KLH, BPKH (Badan Pemantapan Kawasan Hutan) Wilayah III Departemen Kehutanan, Camat, Kades, Polsek, Koramil, Satpol PP. Sedangkan Dinas Kehutanan Provinsi maupun pihak Kabupaten Pontianak meskipun awalnya berkomitmen akan ikut namun kenyataannya tidak hadir pada peninjauan tersebut.
Camat Kubu, Effendi mengharapkan adanya pembinaan dan penyluhan terhadap masyarakat karena sudah terlanjur. "Tapi ini kita kembalikan ke pengambil kebijakan. Memang informasi saya terima. Tapi baru ini saya ke sini. Apalagi selama menjabat belum pernah instansi yang datang ke saya melaporkannya. Tapi saya tidak sependapat kalau masyarakat di sini disebut melanggar aturan karena mereka awalnya juga tidak tahu," ungkap Camat.
Ketua Tim Terpadu, Golda M Purba menegaskan dengan temuan tim seperti adanya pelaku usaha, alat berat dan perambahan sudah jelas ini pelanggaran. "Hasil ini akan kami laporkan ke Bapak Pj. Bupati yang kemudian mungkin akan dilanjutkan ke gubernur dengan menteri," tukasnya. (rob)