Rabu, 03 September 2008

KPK dan Polisi Diminta

Tangkap Perambah Hutan Mangrove
Kubu Raya, BERKAT.
Berbagai elemen di masyarakat meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan polisi harus segera melakukan pengusutan dan penangkapan terhadap para oknum pejabat yang telah melakukan perambahan hutan lindung di atas lahan konservasi mangrove Desa Dabung Kecamatan Kubu.
"Kapolda harus berani dan tegas untuk menangkap para oknum pejabat yang terlibat. Inikan sudah jelas. Tim terpadu Kubu Raya ketika turun menemukan berbagai pelanggaran. Kenapa harus didiamkan," kata Ketua Umum Forum Ekonomi Kelautan Indonesia (Forek), Joni Isnaini, SH kepada BERKAT.
Nada yang sama pun dikatakan Koordinator LSM Cinta Bahari Kubu Raya, Nasrun AR yang menegaskan pihak aparat jangan sampai terlambat bertindak. "Ini namanya konspirasi berjamaah untuk mencari untung pribadi. Kan sama saja korupsi," tuturnya.
Keduanya melihat kasus perambahan hutan lindung ini sudah sama dengan kasus "Bintan kedua" di Kalbar yang melibatkan sejumlah oknum anggota DPR RI. Kasus Dabung ini pun juga sama, selain melibatkan oknum pejabat daerah juga anggota DPR RI yang disinyalir berasal dari anggota Komisi IV.
Terdapat sejumlah nama yang disinyalir terlibat baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, antara lain mantan gubernur Kalbar, Kepala Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, bupati dan mantan bupati Pontianak, Wakil Bupati Kayong Utara, Kepala Dispenda, seorang dokter bedah RSUD, anggota DPR RI, Dirjen PU, dan Dirjen Perikanan.
"Aparat jangan pandang bulu. Siapa pun mereka yang melakukan pelanggaran harus dihukum. Apalagi
ini kan sudah jelas melanggar UU Kehutanan Nomor 41/1999. Barang bukti dan pelaku sudah jelas. Jangan dipeti-eskan kasus ini," tambah Joni.
Kabid Humas Polda Kalbar, AKBP Suhadi, SW, M,Si menampik kalau kasus ini didiamkan. Ia mengaku baru tahu dari sejumlah media massa. Namun ia berjanji akan mengusut tuntas kasus ini dengan menurunkan tim gabungan dari tingkat provinsi.
"Karena kasus ini masuk dalam dua wilayah hukum dari Polres Pontianak dan Poltabes Pontianak. Kami dari Polda akan bentuk tim gabungan yang akan dibantu dari Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan, serta Bapedalda," kata Suhadi ketika dikonfirmasi BERKAT di ruang kerjanya kemarin.
Ia mengharapkan masyarakat pun tidak ragu untuk memberikan informasi mengenai kasus ini. Pihaknya akan menelusuri dan mencari siapa sebenarnya pemberi ijin. Padahal untuk hutan lindung harus ada ijin dari Menteri Kehutanan untuk mengubah alih status fungsinya.
"Jadi kita akan cek lagi. Polisi akan bertindak kalau ada laporan. Laporkan ke Polda kami akan tangani kasus ini secepatnya. Karena saksinya berasal dari orang provinsi," tegasnya.
Ketika ditanya tentang hasil tim gabungan tahun 2006, Suhadi mengaku tidak tahu. Namun ia menyebutkan akan mengecek kembali hasil tim gabungan Polda, Dishut, dan SPORC yang menyatakan telah terjadinya pelanggaran tindak pidana perambahan hutan lindung.
Kepala Dispenda Kalbar, Drs. M. Darwin membantah keras kalau dirinya disebut melanggar hukum dengan melakukan perambahan hutan lindung. Sebab ia memiliki dasar untuk membuka tambak ikan tersebut.
Selain ia mengaku tanah seluas 30 ha itu sudah atas nama miliknya, sejumlah surat rujukan dari berbagai Dirjen adalah modalnya untuk merambah hutan lindung tersebut.
"Saya dulu ditawarkan oleh Dinas Perikanan. Apalagi tahun 1998/1999 ada yang namanya program tambak rakyat (proteka). Jadi apa yang saya lakukan punya dasar," tegasnya.
Ia pun menegaskan kalau memang ada yang dilaporkan, bukanlah dirinya akan tetapi siapa yang memberikan ijin. Ia tegakan kalau dirinya hanyalah mengikuti aturan yang sudah berjalan dan ditunjukan ketika awal mau membuka. (rob)