Jumat, 19 September 2008

Sejak 1982, Kawasan Dabung Hutan Lindung


Pontianak, BERKAT.
Siapa bilang kawasan konservasi mangrove di Desa Dabung yang telah disulap menjadi lahan tambak, baru diubah statusnya menjadi hutan lindung tahun 2000. Padahal berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang tertuang dalam SK Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts/Um/10/1982 tertanggal 12 Oktober 1982, kawasan mangrove di Desa Dabung telah ditetapkan statusnya sebagai hutan lindung.
"TGHK dibuat berdasarkan scoring yaitu untuk menentukan status suatu kawasan," kata Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Pertambangan (Dishutbuntam) Kubu Raya, Muhammad Shadik.
Pada saat itu berdasarkan TGHK, total hutan di Kalbar berjumlah 9.204.375 ha yang terbagi dalam lima rincian status hutan antara lain hutan suaka alam/ wisata 1.339.880 ha, hutan lindung 2.047.125 ha, hutan produksi terbatas 2.988.750 ha, hutan produksi biasa 1.323.000 ha serta hutan produksi yang dapat dikonversikan 1.505.670 ha.
Kemudian keluar SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 259/Kpts-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Kalbar seluas 9.178.760 ha. Keluarnya SK ini berdasarkan paduserasi antara TGHK, Perda Nomor I/1995 Tentang RTRW Provinsi Kalbar dengan PP Nomor 47/1999 tentang RTRW Nasional.
"Jadi TGHK dan RTRWP cikal bakal SK 259. Artinya memang sudah dari dulu kawasan mangrove di Dabung ini berstatus hutan lindung," kata Kasi Pemolaan Kawasan Hutan BPKH, Mulya Pradoto.
Ia sebutkan sebelum status hutan lindung itu ditetapkan, pihaknya diharuskan melakukan pengukuran tata batas di lapangan dengan menggunakan GPS atau Teodolit. Di setiap sudut tata batas itu di tandai dengan kayu jenis nibung berukuran 15 x 15 atau beton. Selain itu dipasang plang tulisan bahwa kawasan tersebut adalah kawasan konservasi yang status hutannya hutan lindung.
Apalagi dalam melakukan sosialisasi di lapangan bahwa kawasan itu adalah hutan lindung, BPKH melibatkan Panitia Tata Batas (PTB) yang di ketuai Bupati Pontianak, dengan anggota antara lain BPN, Dinas kehutanan, PU, Pertanian, Camat hingga Kades.
"Dipastikan kawasan itu hutan lindung dan kepastian hukumnya sah," tegas Mulya.
Ditambahkan Shadik, untuk pelepasan fungsi hutan lindung di sekitar kawasan pantai tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Sebab ada mekanisme aturan main yang harus dijalankan dan itu pun prosesnya panjang. "Butuh izin dari Menteri Kehutanan yang mendapat persetujuan dari DPR RI. Jadi tidak bisa sekaligus tapi secara bertahap," ungkap Shadik.
Yang dimaksud secara bertahap umpamanya yang tadinya hutan lindung di turunkan satu tingkat menjadi hutan lindung terbatas dan sebagainya. Akan tetapi untuk melakukan itu harus dilakukan scoring ulang layak atau tidak untuk diubah statusnya.
"Karena itu menteri harus melihat ulang kelayakan. Kemudian diajukan ke DPR untuk menentukan boleh atau tidak hutan lindung itu dikonversikan statusnya menjadi lahan lain. Aturan ini tertuang dalam P 40 juncto P 48 tahun 2004 tentang perubahan fungsi kawasan," tuturnya.
Diketahui tambak ikan yang ada di kawasan konservasi mangrove Desa Dabung telah dizinkan pemerintah baik provinsi maupun kabupaten sejak tahun 1999. Dari temuan awal terdapat 390 hektar hutan mangrove yang disulap menjadi tambak ikan dan udang dengan penghasilan bersih setiap kali panen Rp40 juta. Dari 52 pemilik, di antaranya atas nama sejumlah pejabat Provinsi Kalbar antara lain Darwin Muhammad dan dr. Jhon Hard.(rob)