Rabu, 04 Februari 2009

Pengolahan Sampah Organik, Bisnis Menjanjikan

Pontianak, BERKAT.
Deretan tanaman hias tersusun rapi di kiri kanan ketika Senin (2/2) kemarin, BERKAT bertandang ke kediaman Suparjo di Gang Karya Baru VI Jalan Karya Baru Kelurahan Parit Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan. Tampak tanaman hias seperti pinang merah, aglonema, lidah mertua, palem, dan jenis lainnya, tumbuh subur menawarkan keindahannya tersebar di atas lahan sekitar 800 m2.
Saat itu ia bersama tujuh siswa dari SMKN I Sungai Kakap yang sedang magang sedang membuat pupuk kompos sebagai median penyubur tanaman. Bunyi mesin pencacah terdengar menderu menghancurkan hampir 1 ton sampah organik jenis sayur-mayur maupun buah-buahan.
Ditangan Suparjo, sampah organik bukanlah barang baru. Sejak tiga tahun lalu, dia telah memanfaatkannya menjadi pupuk kompos.
"Sebenarnya sasaran utamanya, sampah dari kalangan rumah tangga. Tapi sepertinya tidak mencukupi. Jadi saya lebih banyak mengambil dari pasar seperti Pasar Flamboyan," kata Suparjo.
Awalnya dikerjakan hanya dengan sistem manual. Namun lambat laun, usahanya yang bernaung dibawah bendera CV Q Boemen Perkasa semakin berkembang, sehingga wajar Pemkot Pontianak belum lama ini meresponnya dengan memberikan bantuan berupa mesin pencacah, sepeda motor pengangkut sampah serta bantuan pembangunan gudang.
Bahkan, dalam setiap kesempatan dia selalu diminta untuk menjadi instruktur dalam pengelolaan sampah organik. Dan ada juga masyarakat yang datang langsung ke tempatnya untuk melihat dan belajar cara pengelolaan sampah organik menjadi pupuk yang bernilai tinggi.
Dengan dibantu empat orang karyawannya, dia pun mengolah sampah organik yang sudah dilumat dengan mesin pencacah tadi dicampur dedak, ampas kayu, kotoran ayam, gula pasir, gula merah atau diganti dengan induk gula, zat pengurai IM4 atau Dectro untuk merangsang perkembangan bakteri. Untuk perbandingannya, 1 ton sampah 1 liter IM4/ Dectro. Sedangkan bahan campuran lain 25 persen dari total sampah. Dari jumlah sampah yang dikelola, menghasilkan tidak kurang dari 400 kilogram pupuk kompos.
Kemudian hasil campuran sampah tadi, diperam alias difermentasi dengan ditutupi terpal. Dan setiap tiga hari sekali campuran sampah tadi diaduk hingga benar-benar menyatu. Setelah itu dijemur dan diayak alias disaring. Proses ini dilakukan selama dua minggu. Hingga akhirnya pupuk kompos dari bahan sampah organik dikemas dalam kantong plastik berukuran 3 kg dan siap untuk dipasarkan.
"Untuk satu kantong harganya Rp 5 ribu. Kebanyakan yang beli para pedagang tanaman hias dan rumah tangga disekitar Kota Pontianak," ungkap Suparjo.
Kendati pangsa pasar masih sekitar Kota Pontianak namun permintaan akan pupuk kompos organik semakin meningkat. Sebab menurutnya, pupuk organik memiliki kelebihan yakni bersifat alami tanpa menggunakan unsur kimia, harganya murah, proses perkembangan terhadap tanaman lebih cepat dan tanah lebih subur.
Dia melihat pengelolaan sampah organik ini memiliki peluang dan prospek bisnis yang menjanjikan. Terlebih lagi secara tidak langsung membantu meringankan beban pemerintah dalam pengelolaan sampah yang selama ini selalu menjadi masalah utama. Selain itu adanya pembelajaran bagi masyarakat, ternyata sampah memiliki nilai ekonomis yang tinggi dengan mendaur ulang menjadi barang yang bermanfaat.
Lumayan, omzet yang diperoleh tidak kurang Rp 2 juta sekali produksi dengan jumlah produksi empat kali dalam sebulan. Karena itu dia mengharapkan pemerintah dapat menjadi mitra dalam usahanya itu terutama pangsa pasar agar dapat menjangkau hingga ke luar kota bahkan daerah.
"Dan kami akan memberi reward berupa pupuk kepada masyarakat yang mau 'membuang' sampahnya ke kami. Jadi masyarakat tidak perlu susah akan dibuang kemana sampahnya," tuturnya. (rob/Harian Berkat)