Jumat, 16 Mei 2008

LKPP, Langkah Progresif Selamatkan APBN/APBD


Pontianak, BERKAT.
Dewan Pengurus LPJK-Nasional, Ir. H. Bambang Widianto mengharapkan proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia kiranya lebih mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan dan perlakuan adil bagi semua pihak pada dalam rangka efektifitas dan efisiensi.
Penegasan itu dikatakannya lantaran selama ini proses tersebut dinilai sering terjadi penggelembungan dana (mark-up). Pembentukan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Perpres No. 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada 6 Desember 2007 adalah upaya untuk mencegah terjadinya kebocoran untuk menyelamatkan dana APBN/ APBD.
Tanggal 13 Mei 2008 kemarin, telah dilantik Pejabat-pejabat LKPP. Dimana untuk yang pertama kalinya Presiden SBY mempercayakan kepada Dr. Ir. Roestam Syarief, M.N.R.M untuk menakhodai LKPP sebagai ketua dengan Ir. Agus Rahardjo, M.S.M. sebagai Sekretaris Utama serta 4 orang Deputinya yaitu Dr. Ir. Agus Prabowo, Prof. Ir. Himawan Adinegoro M.Sc., D.F.T, Ir. Eiko Whismulyadi, M.A dan Dr. S. Ruslan, S.E., M.S. Pelantikan itu sendiri dilakukan oleh Menneg PPN / Kepala Bappenas, Paskah Suzetta yang ditugaskan mewakili Presiden SBY.
Sesuai dengan Perpres No. 106 Tahun 2007, LKPP merupakan lembaga non-departemen yang langsung bertanggung jawab kepada presiden dan ber-koordinasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas.
"Dengan begitu kuatnya posisi LKPP ini maka diharapkan dapat segera mengantisipasi tingginya in-efisiensi pengadaan barang/jasa yang sering terjadi di instansi pemerintah pusat dan daerah sehingga dapat memberikan efisiensi sekitar 30%-40% dari proses serta berperan besar dalam pencegahan pelanggaran prosedur pengadaan barang/jasa ," demikian kata Paskah Suzeta beberapa waktu lalu.
Paskah mengatakan, laporan KPK menyebutkan, penyimpangan paling besar terjadi dalam pengelolaan APBN dan APBD, khususnya disebabkan karena in-effsiensi pada pengelolaan dan pengadaan barang/jasa. Penyebabnya antara lain karena korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), persaingan usaha yang tidak sehat, dan kapasitas SDM yang kurang memadai. Untuk menjawab itu semua serta sebagai komitmen Presiden SBY dalam pemberantasan KKN maka dibentuklah LKPP ini.
Bambang melihat selama ini kebijakan pemerintah dikelola oleh Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang dipimpin pejabat setingkat eselon dua di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun dengan diterbitkannya Perpres tersebut maka beralih kepada LKPP dimana Kepala, sekretaris utama dan deputinya adalah pejabat-pejabat struktural dengan Eselon I-a. Dan LKPP juga menjadi satu-satunya lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengembangan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam menjalankan tugasnya, LKPP berfungsi sebagai penyusun dan perumus strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Juga, penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia, pemantauan dan evaluasi, pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa secara elektronik (electronic procurement). Pemberian bimbingan teknis, advokasi dan bantuan hukum, serta penyelenggaraan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, penatausahaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan serta rumah tangga.
"Dengan dibentuknya LKPP serta dengan telah dilantiknya pejabat-pejabat yang memimpin lembaga ini yang telah dikenal integritas dan kredibilitasnya, maka ada secercah harapan bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat jasa konstruksi dan pelaku dunia usaha tentang terjaminnya rasa keadilan dalam berusaha dan efisiensi pengelolaan pembelanjaan keuangan negara yang selama ini terkesan dihambur-hamburkan. Semoga," ucap Bambang. (rob)