Kamis, 19 Juni 2008

Kreativitas Dayak Iban di Perbatasan

Kapuas Hulu, BERKAT.
Kendati letaknya nun jauh di ujung timur Kalbar, namun sekelompok masyarakat suku Dayak Iban di Kabupaten Kapuas Hulu yang mendiami di sepanjang perbatasan Kalbar - Malaysia telah lama membuat hasil kerajinan tangan berupa kain tenun sungkit.Kain tenun khas suku Dayak Iban yang dikerjakan dengan cara manual dan memakan waktu cukup lama ini, menghasilkan satu produk yang bernilai seni dan ekonomis tinggi.Tak mengherankan, kalau masyarakat di Malaysia banyak yang menyukai hasil kerajinan tangan yang merupakan hasil warisan turun temurun itu. Harganya pun relatif terjangkau, namun setiap lembar kain dipengaruhi oleh besarnya kain, motif (tingkat kerumitan), harga bahan dan lamanya pengerjaan. Untuk satu harga bahan kain berkisar Rp100.000 – Rp150.000 yang dikerjakan dalam waktu 1 – 2 bulan, dengan upah pengerjaan Rp5.000 - Rp10.000 setiap hari, maka upah keseluruhannya antara Rp300.000 - Rp600.000 sehingga kisaran harga Rp450.000 - Rp750.000 per lembar kain. Harga yang cukup logis jika dilihat proses pengerjaannya dari awal yang cukup rumit namun menghasilkan produk yang berkualitas dan berkreativitas tinggi. Justru karena dikerjakan secara tradisional inilah, kain sungkit Dayak Iban memiliki keaslian dan nilai khusus yang menjadikannya diincar oleh para wisatawan maupun kolektor. Seichi Okawa (Jepang) adalah salah seorang kolektor yang menaruh minat terhadap jenis kain ini. Apalagi kain ini pernah dipamerkan pada pameran kerajinan di Tokyo dan menjadi produk tradisional yang banyak diminati pengunjung. Kain sungkit lebih belakangan dikenal yaitu dengan menyungkit benang pada kain tenun, yang umumnya memiliki latar kain warna merah. Bahan benang sebagai bahan utama dari kerajinan tersebut mereka peroleh dari berbagai jenis tanaman yang mengandung serat seperti kapas, sepan, kulit kayu dan sebagainya. Serat-serat tanaman itu melalui suatu pengolahan lalu dipintal dengan alat yang disebut "gantih." Namun pada saat ini pekerjaan men-gantih jarang dilakukan karena perkembangan industri tekstil yang mampu memenuhi kebutuhan benang yang relatif lebih mudah dibeli dipasarAwalnya benang diberi warna yang biasanya bahan pewarna dari alam seperti mengkudu, bengkirai, rugat, kunyit dan sebagainya, yang selanjutnya benang dicelup dan direndam beberapa hari (6 - 7 hari) lamanya. Adapun warna yang digunakan seperti hitam, merah, coklat, biru dan kuning. Walapun sekarang, bahan-bahan warna sintetis juga digunakan.Peralatan yang dipakaipun beragam jenis misalnya tandai, belia, turak, telas, lidi dan bambu, penyungkit, tali dan peralatan lainnya. Sedangkan motifnya seperti Gajah Meram, Tedung Kaca dari Langit, Hantu Tasik, Hantu Gergasi, Mangku Kumang, Kepuak Kumbuk Nabau (Naga),Taut Ui (rotan), Jung (Orang), Nabau Kepala Dua, Pucuk Rebung, Patah Sandung, Baya Rabing (buaya), Lumpung Ribung (Batang Kayu) dan Ijuk Rimpung (Pohon Enau).Kepala Disperindag Kalbar, Dra. Ida Kartini memberikan apresiasi dengan adanya berbagai kerajinan yang dikelola masyarakat sebagai bentuk dari ekonomi kreatif yang patut didukung penuh. Karena itu ia mengharapkan setiap hotel dapat memberikan ruang untuk hasil kerajinan tersebut guna membantu meningkatkan pendapatan dari ekonomi kreatif ini."Kan akan lebih baik ketika pihak hotel menjadikannya sebagai akesesoris yang ditempatkan di setiap kamar. Bayangkan berapa banyak kain yang akan laku dan terjual. Paling tidak ini dapat membantu para pengrajin secara tidak langsung," ujarnya. (rob)