Kamis, 19 Juni 2008

PT Golden Hope Dinilai Telah Membodohi Masyarakat

Pontianak, BERKAT.
Masyarakat adat Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang sangat kecewa dengan sikap PT Golden Hope sebuah perusahaan kelapa sawit asal Malaysia yang telah 13 tahun beroperasi, dinilai telah membodohi masyarakat.Penegasan itu disampaikan Lambertus Urus seorang tokoh masyarakat Batu Menang Desa Sukakarya Kecamatan Marau saat jumpa pers di Sekretariat WALHI Kalbar, kemarin.Urus yang didampingi perwakilan masyarakat Desa Planjau Jaya, Atek Lau itu menyebutkan bahwa selama itu pula PT Golden Hope tidak pernah menepati dan merealisasikan janji-janji manisnya kepada masyarakat ketika awalnya melakukan sosialisasi."Selama 13 tahun saya hanya dapat Rp400 ribu/ bulan. Untuk upah buruh memanen sawit Rp32-40/ kilogram sedangkan proning upahnya hanya Rp250/ kilogram. Dibandingkan karet hasilnya bisa Rp360 ribu/ hari. Perhitungannya Rp9 ribu X 40 kg/ hari," jelasnya. Untuk memuluskan kerajaan bisnisnya di Marau, PT Golden Hope menebar jaring dengan mendirikan dua anak perusahaan antara lain PT Sandika Nata Palma dan PT Budidaya Agro Lestari (BAL)yang yang memiliki lahan sawit seluas 18 ribu hektar. Kedua perusahaan ini beroperasi di areal tanah adat berstatus HGU yang diberikan Bupati Ketapang yang kala itu Sunardi Basnu pada tahun 1996, yang berada di lima desa di Kecamatan Marau yakni Desa Pelanjau Jaya, Karya Baru, Bantan Sari, Suka Karya, Sedawak dan Batu Menang.Namun dalam perjalanannya, pihak perusahaan justru telah membodohi masyarakat dengan janji-janji manisnya yang tidak pernah terealisasikan itu."Bantuan air bersih, penerangan jalan, sarana pendidikan, sarana umum, sarana adat, juga tenaga kerja hingga kini tidak pernah ada. Bahkan pembagian hasil sawit pun tak jelas. Awalnya kami hanya diberitahukan pembagiannya dengan pola PBSN (Perusahaan Besar Swasta Nasional,red). Apa itu PBSN, dulunya kami tidak diberitahu jelas," ungkap Urus.Pro kontra pun terjadi di masyarakat. Lebih kurang 90 persen dari 1.558 KK di lima desa tersebut melakukan protes atas apa yang telah dilakukan PT Golden Hope. Tak hanya itu, beberapa kali protes juga dilakukan antara lain ke pemerintah daerah melalui Disbun Ketapang. "Tapi Kepala Disbun menyatakan keberadaan PT Golden Hope sudah sesuai peraturan. Bahkan Kepala Disbun menyatakan barang siapa yang melanggar UU Nomor 18 tahun 2004 akan ditangkp dan di denda," ungkap Atek Lau.Tak puas sampai disitu, mereka pun mengadukan persoalan ini baik ke WALHI, Sawit Watch, Komnas HAM Kalbar, LSM Limas Laman, hingga ke DPRD Ketapang yang kemudian menggelar pertemuan dan memberikan ultimatum ke pihak perusahaan untuk menyelesaikannya selama kurun waktu satu bulan terhitung sejak tanggal 2 Juni - 3 Juli."Kami hanya menuntut pembagian hasil 70 : 30 sesuai amanat UU Nomor 18/2004 tentang perkebunan dan minta sawit yang sudah diproduksi selama ini diberikan ke masyarakat. Kami juga tegaskan menolak ekspansi perluasan lahan yang akan dilakukan perusahaan. Apapun alasannya," tambah Urus.Seyogyanya, PT Golden Hope berencana akan melakukan ekspansi sawit di kecamatan tersebut hingga 4.800 hektar. Namun yang telah ditanam mencapai 600 hektar dengan pola kemitraan pembagian hasil 75 : 25.Belajar dari pengalaman ini, WALHI Kalbar meminta pemerintah daerah harus menginventarisir jumlah HGU yang harus digunakan. "Pemerintah harus hati-hati gunakan HGU. Jangan sampai masyarakat dijadikan korban," kata Hendi seorang staf WALHI.Ia pun katakan pihaknya akan melaporkan PT Golden Hope ke RSPO yang berkedudukan di Belanda karena perusahaan juga anggota RSPO, jika perusahaan tersebut tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikannya. (rob)